Sunday, November 15, 2015

KRITIK BUKU KULTUR JARINGAN BAB VII “PRODUKSI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER”

Tugas Akhir Kultur Jaringan

KRITIK BUKU KULTUR JARINGAN BAB VII “PRODUKSI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER”



Disusun oleh:
Nama : Sarina Panjewati Tampubolon
Nim   : 4113141075
Kelas : Biologi Dik  B 2011


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2015




BAB I
PENDAHULUAN

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Plant tissue culture is as much an art as a science. Kultur jaringan adalah seni menumbuhkan tanaman eksperimental, memilih organ tanaman yang cocok atau jaringan untuk memulain kultur, pembersihan, sterilisasi dan pemotongan ke ukuran yang cocok, dan penanaman pada media kultur dengan prosedur yang tepat dan mempertahankan keaseptikan. Pengkuturan juga membutuhkan mata yang berpengalaman dan waspada untuk memilih jaringan sehat dan normal untuk dikultur (Bhojwani, 2012). Karena itu proses pengkulturan harus dilakukan oleh orang-orang yang sudah paham tentang kultur jaringan dan kondisi yang steril/aseptik.
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Produksi metabolit sekunder dengan cara kultur sel, organ dan jaringan pada tumbuhan dimulai pada tahun 1947. Pada saat itu James menemukan senyawa alkaloid dari kultur meristem tanaman solanaceae. Kultur akar in vitro untuk memproduksi alkaloid tropane dijelaskan juga oleh  Telle dan Ghauteret (Hyoscyamus niger), Stienstra (Datura stramonium) dan Reinouts van Haga (Atropa belladona). Hasil studi tersebut menunjukkan kemungkinan dalam skala besar untuk memproduksi metabolit sekunder dari sel atau organ tanaman sebagai alternatif yang menarik  untuk  pengolahan bahan tanaman dari sumber pertanian. Inovasi itu menarik karena kultur sel dalam fasilitas bioreaktor mengontrol produksi yang lebih baik daripada yang dengan bahan tanaman dari sumber pertanian. Dalam kasus yang terakhir, produksi rentan terhadap faktor-faktor tak terduga seperti iklim, penyakit tanaman atau masalah transportasi (Schlatmann, 1996).
Buku yang akan saya kritik adalah buku mata kuliah kultur jaringan  dengan identitas buku yang tertera dibawah ini.
Judul Buku                  : Kultur Jaringan Tanaman
Penulis                         : Dr. Fauziyah Harahap, M.Si
Penerbit                       : Universtas Negeri Medan
Tahun Terbit                : Desember 2011
Kota Terbit                  : Medan
Jumlah Halaman         : 192 hal
Buku ini terdiri atas sepuluh bab, masing-masing bab membahas hal-hal yang berbeda. Adapun isi dari tiap bab pada buku ini, yaitu:
Bab 1 membahas tentang pendahuluan
Bab 2 membahas tentang laboratorium kultur jaringan
Bab 3 membahas tentang media kultur jaringan
Bab 4 membahas tentang konsep hormon
Bab 5 membahas tentang pemuliaan tanaman secara in vitro
Bab 6 membahas tentang keragaman simaklonal
Bab 7 membahas tentang produksi senyawa metabolit sekunder
Bab 8 membahas tentang  pelestarian plasma nutfah
Bab 9 membahas tentang aklimatisasi tanaman
Bab 10 membahas tentang kultur jaringan tanaman manggis
Topik yang akan saya kritik adalah pada bab 7 dengan judul  produksi senyawa metabolit sekunder.


BAB II
ISI

Pada bab 7 terdapat beberapa bagian yang sulit dimengerti karena dalam pembahasan tidak ada keterangan lebih jelas. Selain itu,  pembaca melihat bahwa dibeberapa bagian, penulis tidak memberikan contoh yang jelas dan sesuai dengan pernyataan sebelumnya. Pada awal topik ini tidak ada penulis menjelaskan pengertian dari metabolik sekunder. Sebaiknya penulis menuliskannya pada awal topik. Agar pembaca paham sebelum lanjut membaca ke paragraf berikutnya.
Halaman 140 paragraf kedua tentang beberapa keuntungan  pemakaian teknik kultur jaringan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder antara lain:
1.    Tidak tergantung faktor lingkungan (hama, penyakit, iklim, hambatan, geografis).
2.    Sistem produksi dapat diatur. Produksi dapat dilakukan pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang dibutuhkan.
3.    Kualitas  dan hasil produk lebih konsisten
4.    Mengurangi penggunaan lahan.
Pada  setiap pernyataan diatas tidak dijelaskan oleh penulis bagaimana rupanya tidak tergantung  faktor lingkungan itu.  Bagaiamana sistem produksi diatur. Bagaimana kualitas dan hasil produk yang konsisten dan bagaimana bisa mengurangi penggunaaan lahan. Pada  textbook plant cell culture secondary metabolism toward industrial application di tuliskan bahwa the production (senyawa metabolik sekunder) is susceptible to unpredictable factor like climate, plant diseases or transport problems. Hal ini sesuai dengan pernyataan keuntungan pertama, namun ada yang kurang. Pada buku itu ditulis bahwa produksi tidak rentan terhadap masalah transpor. Kita tahu proses transport terjadi dalam tubuh tumbuhan itu. Jadi sebaiknya ditambahkan pada keuntungan kedua yaitu tidak rentan terhadap masalah transpor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi  produksi metabolit sekunder ada 3 pada buku ini yaitu:
1.    Ekspresi sintesis senyawa metabolit sekunder
2.    Asal eksplan
3.    Kondisi- kondisi yang mempengaruhi kultur in vitro.
Poin pertama dan kedua sudah cukup jelas diterangkan dibuku ini, namun poin ketiga masih kurang kurang jelas. Poin ketiga hanya menjelaskan hal-hal yang harus dipertimbangkan apakah sintesis senyawa yang diinginkan sejalan dengan produksi biomassa atau tidak berhubungan sama sekali, jadi path way (biosintesis) senyawa itu harus sudah dipahami sebelum teknik pengkulturan. Pada textbook yang berjudul Plant Tissue Culture: An Introductory Text dijelaskan bagaiamana kondisi yang mempengaruhi kultur. Dibuku itu dijelaskan bahwa produkstivitas sel sangat dipengaruhi oleh kondisi kultur. Yang paling penting adalah media kultur.  Produksi metabolit sekunder terjadi diakhir fase diam ketika media kehilangan komponen penting.  Penghambatan pertumbuhan sering dikaitkan dengan cytodifferentiation dan induksi enzim untuk metabolisme sekunder. Dalam kasus tersebut, sistem kultur ganda lebih disukai. Ini melibatkan produksi biomassa pada media optimum untuk proliferasi sel (Medium pertumbuhan) dilanjutkan dengan  transfer sel untuk media yang berbeda  (Medium produksi), yang tidak mendukung pertumbuhan yang baik dari sel-sel tetapi menguntungkan bag hasil produk. Modifikasi paling berguna dibuat di medium pertumbuhan untuk memproduksi metabolit sekunder adalah:
1.      Pengurangan atau penghapusan 2,4-D atau phytohormones lainnya,
2.      Pengurangan di tingkat fosfat, dan
3.      Peningkatan tingkat sukrosa atau perubahan karbohidrat (C) / nitrogen (N).
Media optimal untuk memproduksi alkaloid yang berbeda oleh sistem kultur sel juga bervariasi. Contoh, kultur sel C. roseus yang optimal untuk memproduksi ajmalisin terjadi pada media mengandung nitrat dan konsentrasi glukosa yang tinggi dan sedikit fosfat dan amonium.  Sedangkan untuk produksi tryptamine, glukosa harus rendah,  jumlah nitrat juga sedikit, fosfat dan amonium dengan kadar  tinggi. Meningkatkan tingkat sukrosa menjadi 6% baik buat pertumbuhan dan produksi alkaloid di media yang sama.
Pertumbuhan tanaman regulator dan diferensiasi mempengaruhi produksi
metabolit sekunder pada kultur sel. Auxins umumnya termasuk dalam media untuk meningkatkan biomassa kultur sel dan mengurangi produksi metabolit sekunder. Lingkungan fisik, seperti pH dari media, cahaya, dan gas di ruangan juga berperan penting dalam produksi metabolit sekunder.
Pada produksi biomassa (hal 141), hal-hal yang menentukan keberhasilan biomassa yaitu:
1.      Sumber karbohidrat
2.      Suplay nitrogen
3.      Kalium, kalium, fosfor
4.      Vitamin
5.      Zat pengatur tumbuh
Saya rasa masih kurang penjelasan untuk poin yang pertama sehingga saya ingin menambahkan dari textbook yang ditulis oleh Schlatmann (1996). Pada buku itu dikatakan bahwa karboidrat yang pada umumnya digunakan adalah sukrosa dan glukosa, tetapi sel tumbuhan juga bisa memetabolisme karbohohidrat yang lain dengan baik seperti lactosa, fruktosa, dan galaktosa. Normalnya , sukrosa dihidrolisis tumbuhan menjadi glukosa dan fruktosa. Sesudah itu, glukosa akan dimetabolisme terlebih dahulu lalu fruktosa.
Pada usaha-usaha untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder (hal141).  Ada 5 usaha yang dilakukan antara lain:
1.      Selesksi sel
Seleksi klon pada kultur jaringan untuk mendapatkan lini sel dengan produksi metabolit sekunder yang tinggi. Seleksi secara visual berdasarkan analisis kimia atau berdasarkan ukuran agregat sel. Kemudian lini sel itu dikembangkan sebagai kultur metabolit baru.
2.      Menggunakan fusi sel
Dikembangkan dari kultur protoplas yang memiliki lini sel yang menghasilkan metabolit sekunder tinggi. Protoplas-protoplas tersebut difusikan sehingga diarapakan hasilnya (hibrida somatik) dengan produk metabolit sekunder yang tinggi. 
3.      Penggunaan elicitor
Pada buku ini tidak ada dijelaskan tentang konsentrasi elisitor yang digunakan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pandiangan (2011) menunjukkan bahwa Konsentrasi elisitor merupakan salah satu faktor pembatas yang menentukan kandungan metabolit sekunder pada kultur jaringan yang dielisitasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada membran plasma terdapat reseptor untuk elisitor dengan jumlah tertentu, sehingga untuk meningkatkan kandungan katarantin diperlukan konsentrasi elisitor yang optimum. Pada penelitian ini hanya digunakan satu konsentrasi elisitor, yaitu 0,5 % (b/v) ekstrak ragi sehingga perlu dilakukan pengoptimasian kembali konsentrasi elisitor untuk memperoleh konsentrasi elisitor yang optimum.
Kontak antara elisitor dan reseptor memerlukan waktu yang optimum hingga dihasilkan metabolit sekunder yang optimum. Waktu elisitasi tersebut menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan sel untuk melangsungkan jalur metabolit sekunder hingga terbentuknya suatu produk. Dalam hal ini adalah katarantin.
Penelitian yang dilakukan Ningsih (2014) menujukkan Adanya keterbatasan dalam memperoleh metabolit sekunder bioaktif dari tanaman utuh mendorong perkembangan aplikasi kultur jaringan tanaman. Untuk meningkatkan produksinya diperlukan berbagai strategi. Salah satunya adalah dengan  menggunakan elisitor, baik elisitor biotik maupun abiotik. Elisitasi sistem  kultur jaringan tanaman menjanjikan karena beberapa penelitian menunjukkan hasil yang baik dalam meningkatkan produksi metabolisme sekunder, khususnya flavonoid, tanpa pengaruh faktor lingkungan yang merugikan.
4.      Penggunaan kultur akar berambut.
Akar berambut adalah anak akar yang berupa akar kecil berbentuk seperti rambut halus. Sedangkan yang dimaksud dengan kultur akar berambut adalah suatu metode budidaya akar berambut secara in vitro dengan kondisi yang terkendali dan aseptis. Pada buku ini tidak dijelaskan secara jelas bagaiamana proses kultur akar berambut. Sehingga saya akan menambahkan prosesnya dari buku teknik kultur jaringan.
Kultur akar berambut merupakan kultur organ pada teknik kultur jaringan tanaman yang utamanya digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder. Kultur akar berambut yang telah dilakukan yaitu kultur dari akar yang merupakan hasil transformasi sel tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes. Agrobacterium merupakan bakteri tanah yang mempunyai kemampuan untuk mentransfer T-DNA dari plasmid yang dikenal dengan Ri plasmid (root inducing plasmid) ke dalam sel tanaman melalui pelukaan.
Prosesnya adalah sebagai berikut, T-DNA akan terintegrasi pada kromosom tanaman dan akan mengekspresikan gen-gen untuk mensintesis senyawa opine, di samping itu T-DNA juga mengandung onkogen yaitu gen-gen yang berperan untuk menyandi hormon pertumbuhan auksin dan sitokinin. Ekspresi onkogen pada plasmid Ri mencirikan pembentukan akar adventif secara besar-besaran pada tempat yang diinfeksi dan dikenal dengan ‘hairy root’ (Nilson & Olsson, 1997).
Penyerangan terhadap akar oleh bakteri Agrobacterium rhizogenes yang menyebabkan tumbuhnya akar berambut secara cepat pada eksplan. akan dapat menghasilkan metabolit sekunder Hendaryono (2008).
5.      Penambahan inducer
Dalam buku ini tidak ada dijelaskan apa itu inducer. Dikatakan dibuku ini hanya pemacu. Inducer adalah senyawa kimia yang dapat memacu aktivasi enzim untuk produksi senyawa metabolit sekunder. Penelitian Laila (2014) mengatakan Penambahan zat kimia (PEG 6000) sebagai osmotikum mampu meningkatkan  aktivitas enzim yang berperan dalam biosintesis Pemberian PEG akan menyebabkan kekurangan air sehingga akan menginduksi protein, mengkode gen-gen pembentuk enzim yang terlibat dalam biosintesis metabolisme sekunder. Dengan meningkatnya kandungan enzim dalam jaringan tanaman maka diharapkan kandungan metabolit sekunder dapat meningkat pula. Diduga enzim yang dapat memacu pembentukan senyawa terpenoid antara lain adalah enzim asetil CoA asetiltransferase, HMG-CoA reeduktase, enzim mevalonat kinase dan enzim fosfomevalonatkinase. Enzim lain yang berperan dalam memacu pembentukan senyawa terpenoid khususnya steviosida adalah CPP synthase, kaurene sintase, ent kaurene oxidase, ent- Kaurenoic Acid 13-Hydroxylase.
Dalam jurnal Laila (2014) diceritakan ada usaha lain yang dilakukan selain 5 usaha diatas untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder yaitu penambahan ZPT. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D (1 mg/L, 2 mg/L,  dan 3 mg/L) pada media MS (Murashige & Skoog) yang merupakan faktor pertama dan pemberian PEG 6000 (0 mg/L, 5 mg/L, 15 mg/L, dan 25 mg/L) yang merupakan faktor kedua. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa dengan metode teknik kultur jaringan mampu meningkatkan kandungan metabolit sekunder steviosida pada kalus stevia, diman berdasarkan hasil uji HPLC kandungan steviosida pada daun stevia (0,5 g) didapatkan hasil 4,113 mg/g, sedangkan  kandungan steviosida kalus (0,2 g) pada media yang perlakuan kultur kalus didapatkan kisaran 4,297 mg/g hingga 4,846 mg/g.
Hasil penelitian Zulhilmi (2012) menunjukkan bahwa Pada uji kualitatif kandungan metabolit sekunder, kandungan alkaloid meningkat dengan penambahan 2% dan 5% PEG dengan kadar sedang, kandungan terpenoid meningkat pada penambahan 3% dan 4% PEG dengan kadar sedang dan senyawa fenoik muncul pada penambahan 4% PEG dengan kadar sedikit.
Pada jurnal yang ditulis oleh Ayun (2013) menunjukkan Mekanisme secara langsung yang dilakukan oleh PGPR yaitu dengan cara mensintesis metabolit misalnya senyawa yang merangsang pembentukan fitohormon seperti indole acetic acid (IAA), atau dengan meningkatkan pengambilan nutrisi tanaman. IAA merupakan salah satu hormon pertumbuhan tanaman yang sangat penting. IAA merupakan bentuk aktif dari hormon auksin yang dijumpai pada tanaman dan berperan meningkatkan kualitas dan hasil panen. Fungsi hormon IAA bagi tanaman antara lain meningkatkan  perkembangan sel, merangsang pembentukan akar baru, memacu pertumbuhan, merangsang pembungaan, serta meningkatkan aktivitas enzim.
Pada buku ini banyak nama-nama ilmiah yang pembaca tidak mengerti, sebaiknya penulis juga mencantumkannya nama dalam bahasa Indonesia. Juga diperlukan gambar-gambar yang mendukung pembaca agar cepat mengerti tentang buku ini. Glosarium pada buku ini msih sangat sedikit, ada baiknya jika ditamabahi lagi. Pada buku ini juga tidak pertanyaan untuk dikerjakan oleh mahasiswa. Sebenarnya ada pertanyaan namun sudah ada kuncinya. Saya rasa ini kurang efektif karena mahasiswa tidak akan mencari jawabannya sebab sudah ada kuncinya.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.    Tidak ada pengertian metabolik sekunder di pembukaan topik.
2.    Penjelasan tentang keuntungan dari penggunaan kultur jaringan untuk produksi metabolit sekunder masih kurang jelas.
3.    Pada faktor-faktor yang mempengaruhi produksi metabolit sekunder: kondisi- kondisi yang mempengaruhi kultur in vitro tidak dijelaskan bagaimana seharusnya kondisi yang dimaksudkan.
4.    Kurang penjelasan untuk hal-hal yang mempengaruhi produksi biomassa
5.    Ada yang kurang untuk usaha peningkatan produksi metabolit sekunder yaitu  penambahan ZPT
6.    Tidak ada nama Indonesia dari nama latin yang dibuku.
7.    Pengertian inducer tidak ada
8.    Tidak ada gambar pada buku khusunya topik bab 7.

Saran:
1.    Menambahkan pengertian metabolik sekunder di pembukaan topik
2.    Menjelaskan keuntungan dari penggunaan kultur jaringan untuk produksi metabolit sekunder.
3.    Menambahkan bagaimana kondisi- kondisi yang mempengaruhi kultur in vitro
4.    Menambahkan penambahan ZPT pada usaha peningkatan produksi metabolit sekunder
5.    Menambahkan penjelasan hal-hal yang mempengaruhi produksi biomassa
6.    Membuat pengertian inducer
7.    Membuat nama Indonesia dari nama-nama latin yang ada dibuku
8.    Membuat gambar-gambar yang sesuai dengan topik.
9.    Menambahkan istilah-istilah pada glosarium.




DAFTAR PUSTAKA

Ayun, K. Q, Hadiastono, T, Martosudiro, M. 2013. Pengaruh Penggunaan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Terhadap Intensitas TMV (Tobacco Mosaic virus), Pertumbuhan, Dan Produksi Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens). Vol.1. No.1.

Bhojwani, S.S dan Dantu, P.K. 2013. Plant Tissue Culture: An Introductory Text. Springer. India

Hendrayono, D.S and Wijayani, A, 1996.  Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.

Laila, F.N dan Savitri, E.S. 2014. Produksi Metabolit Sekunder Steviosida Pada Kultur Kalus Stevi  (Stevia rebaudiana bert. M.) Dengan Penambahan ZPT 2,4-d Dan PEG (Polyethylene glykol) 6000 Pada Media MS (Murashige & Skoog). Vol. 4. No. 2. Hal 57-65.

Ningsih, I.Y, 2014. Pengaruh Elisitor Biotik Dan Abiotik Pada Produksi Flavonoid Melalui Kultur jaringan tanaman. Vol.11 No. 02.

Pandiangan, D, 2011. Peningkatan Produksi Katarantin Melalui Teknik Elisitasi Pada Kultur Agregat Sel Catharanthus roseus. Vol. 11 No. 2.

Schlatmann, J.E, Hoopen, H.J.G, and Heijnen J.J, 1996. Plant Cell Culture Secondary Metabolism Toward Industrial Application. Acid Free Paper. United States of Amerika.

Zulhilmi, Suwirmen, Sury, N.W. 2012. Pertumbuhan dan Uji Kualitatif Kandungan Metabolit Sekunder Kalus Gatang (Spilanthes acmella Murr.) dengan Penambahan PEG untuk Menginduksi Cekaman Kekeringan. Vol.1. No.1.


1 comment:

  1. wah ternyata jadi mahasiswa jurusan biologi... keren... 2011, seangkatan berarti... lanjutkan...

    ReplyDelete